TUJUAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
BAB
1
PENDAHULUAN
Semua negara di dunia pasti mempunyai tujuan dalam
mendirikan dan mempertahankan kemerdekaan. Seperti halnya negara lain, negara
Indonesiapun mempunyai tujuan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Beberapa periode dan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dilalui
negara Indonesia serta perjuangan-perjuangan warga negara Indonesia demi
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga pada akhirnya sampai pada
orde baru yang masih berlangsung hingga sekarang negara Indonesia sudah
melaksanakan Pemilihan Umum.
PEMBAHASAN
A.
Periode
1945-1949
Setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, muncul protes-protes baik dari dalam
maupun dari luar negeri yang ingin membatalkan berdirinya Republik Indonesia
dan mengubah Dasar-Dasar Negara (Pancasila). Tekanan-tekanan dari pihak Belanda yang membonceng sekutu (Inggris) untuk menjajah
Indonesia seperti dahulu menimbulkan perlawanan rakyat di berbagai daerah dalam
mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Pada tranggal 8 Septembar 1945, Komando
Sekutu di Asia Tenggara mengirim tujuh perwira Inggris di bawah pimpinan Mayor
A.G. Greenhalagh ke Indonesia dengan tugas mempelajari dan melaporkan keadaan
di Indonesia menjelang pendaratan Sekutu. Perwakilan Sekutu mendarat di Tanjung
Priok pada tanggal 16 September 1945 di bawah pimpinan Laksamada Muda W.R.
Petterson. Rombongan tersebut juga terdapat C.H.O. Van der Pias yang mewakili
Dr. H.J. Van Mook kepada NICA.[1]
Awalnya sekutu disambut baik oleh bangsa
Indonesia, tetapi setelah mengetahui kehadiran Sekutu diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil Administration) yang berniat
mengembalikan kekuasaanya di Indonesia. Rakyat indonesia menjadi marah dan
mengadakan berbagai perlawanan. Adapun berbagai pertempuran fisik dan diplomasi
dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, diantaranya :
1.
Pertempuran Lima Hari di Semarang
Bentrokan-bentrokan antar rakyat dan
tentara Jepang mulai timbul karena sikap tentara Jepang yang berlagak angkuh
sebagai penguasa, yang kemudian rakyat mengadakan gerakan-gerakan pelucutan
senjata Jepang dan pertempuran-pertempuran. Bentrokan terbesar antara pemuda
dan rakyat terjadi pada tanggal 15-20 Oktober di Semarang, yang kemudian
dinamakan dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang. Pertempuran tersebut
mengakibatkan tentara Jepang melarikan diri dan bergabung dengan Kidobutai di
Jatingaleh dibawah pimpinan Mayor Jido. Bersamaan dengan kaburnya tawanan
Jepang, ada berita bahwa cadangan air minum di Candi telah diracuni oleh
mereka, sehingga rakyat menderita dan marah. Pertempuran melibatkan 2.000 orang
tentara Jepang, kemudian berakhir dengan 1.000 orang pihak Jepang tewas dan
2.000 tewas dari pihak pemuda dan rakyat.[2]
2.
Pertempuran Surabaya
Bangsa Indonesia harus menghadapi pasukan
Sekutu yang bertugas menduduki wilayah Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan
dari tangan Jepang. Untuk melaksanakan tugas itu, dibentuklah Komando Asia
Tenggara (South East Asia Command /
SIAC) dipimpin oleh Luis Mounthbatten, yang kemudian membentuk komando khusus
yang bernama Allied Forces Netherlands
East Indies (AFNEI) dipimpin oleh Letnan Jendral Sir Philip Cristison.
Pada tanggal 1 Oktober 1945 diadakan
perundingan antara pihak Sekutu dengan pemerintahan Republik Indonesia. Dalam
perundingan itu, pihak AFNEI mengakui secara De Facto Republik Indonesia. Ternyata dalam kenyataannya,
pasukan-pasukan Sekutu telah terpengaruh oleh NICA. Belanda melakukan
tindakan-tindakan teror dan pengacauan di berbagai tempat, bahkan pada tanggal
27 Oktober 1945 menyerbu penjara-penjara yang membebaskan para tawanan perang
dan para pegawai RAPWI (Relief of Allied
Prisoners of War and Interness) yang ditawan Republik.
Tindakan tentara Sekutu yang
sewenang-wenang ini menyebebkan pos-pos Sekutu di seluruh kota Surabaya diserang
oleh rakyat pada tanggal 28 Oktober 1945. Pada hari itu, Brigadir Jendral A.W.S
Mallaby, Komandan Brigade 49/Devisi India ke-23 tentara Sekutu(AFNEI) nyaris
terbunuh. Pertempuran terus berlangsung hingga tanggal 30 Oktober 1945, setelah
presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan Perdana Menteri Sultan
Syahrir datang ke Surabaya untuk meredakan rakyat atas permintaan komandan tentara
Sekutu.
Peristiwa 10 November di Surabaya
dilambangkan oleh para pemimpin tentara Inggris dengan menyebutnya “Neraka
Surabaya” yang telah menelan korban jiwa sangat besar dari kedua belah pihak.
Bagi Indonesia sendiri peristiwa 10 November di Surabaya merupakan bukti
keberanian dan keperkasaan bangsa yang ingin tetap mempertahankan kemerdekaan
dan membela tanah air Indonesia dari segala penjajahan. Rakyat Indonesia
bertekat “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”. Peristiwa dasyat 10 november kemudian
diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan oleh seluruh rakyat Indonesia.
3.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada
tanggal 21 November-15 Desember 1945 antara TKR(Tentara Keamanan Rakyat) dengan
Belanda dan Sekutu. Pertempuran ini terjadi karena orang Sekutu membantu
membebaskan orang-orang Belanda yang ditahan di Magelang dan Ambarawa.
Pertempuran berhenti setelah presiden Soekarno dan Brigadir Jendral Bether
datang di Magelang pada tanggal 2 November 1945. Kemudian terbentuklah
perjanjian antara mereka, antara lain :
a.
Pasukan Sekutu dalam jumlah terbatas akan tetap
ditempatkan di Magelang untuk melindungi dan mengurus tawanan perang
b.
Jalan raya yang menghubungkan Magelang dan Ambarawa
terbuka sebagai jalur lalu-lintas bagi Indonesia dan Sekutu
c.
Sekutu tidak boleh mengakui aktivitas NICA di daerah
itu.[3]
Perjanjian tersebut ternyata
diingkari oleh pihak Sekutu, maka pada tanggal 20 November 1945 terjadi pecah
perang dasyat antara pihak Sekutu yang dihadapi TKR dibawah pimpinan Mayor
Soemarto.
Dalam pertempuran tanggal 26
November 1945, Komandan pasukan dari Purwokerto, yaitu Kolonel Isdiman gugur.
Kemudian pimpinan pasukan diambil alih oleh Kolonel Soedirman. Kolonel
Soedirman pada tanggal 11 Desember 1945 menyimpulkan bahwa musuh telah
terjepit, sehingga perlu diadakan koordinasi yang baik untuk mengadakan
serangan serentak terhadap kedudukan lawan. Tentara TKR kemudian mulai
mengadakan serangan ke berbagai sektor dan berhasil mengepung musuh yang
bertahan di dalam kota. Tentara Sekutu kemudian menghentikan pertempuran pada
15 Desember 1945 dan terpaksa meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke kota
Semarang. Sehingga pertempuran tersebut dikenal dengan Palangan Ambarawa.
Kolonel Soedirman kemudian dikenal dengan Pahlawan Palangan Ambarawa. Kemudian
tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infantri.[4]
4.
Pertempuran Medan Area
Pertempuran antara TKR dengan Belanda dan Sekutu terjadi pada
tanggal 13 Oktober 1945-April 1946. Dalam pertempuran tersebut TKR dibawah
pimpinan Mayor Ahmad Tahir, sedangkan Belanda dan Sekutu dipimpin oleh T.E.D
Kelly. Kelly mendarat di Sumatera utara pada tanggal 9 Nopember 1945.
Insiden pertama terjadi di jalan
Bali Medan, berawal dari ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan
menginjak-injak lencana Merah Putih. Akibat perbuatannya itu para pemuda
menyerbu hotel dan merusaknya. Insiden ini kemudian menjalar ke daerah-daerah
lain. Insiden yang terjadi berkepanjangan itu menyebabkan pasukan TKR yang
sebelumnya telah terbentuk pada tanggal 10 Oktober 1945 di bawah pimpinan
Achmad Taher mengadakan pemberontakan diperkuat dengan bebas dan heiho dari
seluruh Sumatera Barat.
Sama hal nya dengan di kota-kota
lain di Indonesia. Pimpinan Sekutu di
Sumatera Barat yaitu Brigadir Jenderal
T.E.D. Kelly juga mengeluarkan ultimatum agar rakyat Indonesia menyerahkan senjatanya
kepada Sekutu. Ultimatum itu tidak
dipedulikankan oleh seorang pun, bahkan sebaliknya menimbulkan sikap permusuhan
terhadap Sekutu dan NICA Belanda. Para pemuda membentuk satu komando yang
diberi nama komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Dibawah komando Resimen itulah para pemuda pejuang dan rakyat saling
bahu membahu membantu meneruskan perjuangan
menentang Sekutu dan NICA Belanda di Meda Area.[5]
5.
Peristiwa Bandung Lautan Api
Sejak pertengahan bulan Oktober
1945, tentera Sekutu mulai memasuki kota Bandung. Seperti halnya di
kota-kota lain, tentara sekutu dan
NICA Belanda mulai melakukan
teror terhadap rakyat sehingga pertempuran-pertempuran tak dapat dielakkan.
Menghadapi teror yang dilakukan oleh tentara Sekutu maupun
NICA Belanda, semangat juang para pemuda
Jawa Barat yang tergabung dalam TKR, laskar-laskar, dan rakyat pada umumnya semakin menggelora. Kota
Bandung akhirnya terbagi menjadi dua, yaitu Bandung Utara yang diduduki oleh
Sekutu. Sedangkan Bandung Selatan diduduki oleh Republik. Pembagian kota
Bandung ini sesuai dengan garis politik
diplomasi yang ditempuh kedua belah pihak. Tetapi karena pihak Sekutu menuntut
pengosongan sejauh sebelas kilo meter dari Bandung Selatan,maka terjadi
pertempuran dan aksi bumi hangus yang dilakukan oleh para pemuda diselurah
penjuru kota. Bandung menjadi lautan Api dari batas Timur Cicada sampai batas
Barat Andir.
Pada tanggal 23 Maret 1946, rakyat
Bandung meninggalkan kotanya yang sebagian besar telah menjadi puing-puing.
Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam sebuah lagu “Halo-Halo Bandung” yang
hingga sekarang menjadi salah satu lagu perjuangan dalam usaha mempertahankan
kemerdekaan RI.
B. Periode 1950-1959
1. Pemberontakan DI/TII (Darul Islam /
Tentara Islam Indonesia)
Pada periode ini, DI/TII mengadakan
pemberontakan yang bertujuan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan tersebut terjadi di beberapa daerah, yaitu :
a.
DI/TII di Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di
Jawa Barat dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan berpusat di daerah gunung Geber,
Majalaya, Tasikmalaya. Kartosuwiryo diangkat sebagai imam dari Negara Islan
Indonesia. Kemudian Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islan Indonesia
pada tanggal 7 Agustus 1949. Adapun sebab-sebab terjadinya pemberontakan DI/TII
adalah :
Ø Ditolaknya
tuntutan Kartosuwiryo oleh pemerintah untuk menggunakan UU yang bernuansa Islam
Ø Kartosuwiryo
menolak isi perundingan Renville yang menyatakan bahwa TNI harus meninggalkan
daerah Kantong di Jawa Barat menuju ke Jawa Tengah.[6]
Operasi militer untuk menumpas gerakan
DI/TII ini dimulai pada tanggal 27 Agustus 1949.Operasi ini menggunakan taktik ”pagar
betis” yang dilakukan dengan menggunakan tenaga rakyat berjumlah ratusan ribu
untuk mengepung gunung tempat gerombolan bersembunyi. Selain itu, juga
dilakukan Operasi Tempur Bharatayudha dengan sasaran menuju basis pertahanan
mereka. Walaupun demikian, operasi penumpasan ini memerlukan waktu yang cukup
lama yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :
Ø Medannya berupa
daerah pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk
bergerilya
Ø Pasukan
Kartosuwiryo dapat bergerak derngan leluasa di kalangan rakyat
Ø Pasukan DI/TII
mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik
perkebunan dan para pendukung negara Pasundan
Ø Suasana politik
yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit
usaha-usaha pemulihan keamanan.
Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962,
Kartosuwiryo dan para pengawalnya berhasil ditangkap oleh pasukan Siliwangi.
Kemudian Kartosuwiryo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati
sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapat di padamkan.[7]
b.
DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengah terjadi di :
Ø Brebes, Tegal,
dan Pekalongan
Pemberontakan
ini dipimpin oleh Amir Fatah dengan membentuk Gerakan Majelis Islam. Untuk
menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk pasukan Banteng Raiders
dan melancarkan operasi militer Gerakan Banteng Negara dibawah pimpinan Letnan
Kolonel Sarbini yang selanjutnya digantikan Letnan Kolonel M.Bachrun dan
kemudian oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani.
Ø Kebumen
Dipimpin oleh
Kyai Muh. Mahfudz Abdurrahman, yang dikenal sebagai Romo Pusat atau Kyai
Somolang. Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Kebumen, maka dilancarkan
operasi Merdeka Timur dibawah pimpinan Letkol Soeharto.
Ø Daerah Kudus dan
Magelang
Pemberontakan
ini dilakukan oleh Bataleon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan
Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.[8]
c. DI/TII di
Sulawesi Selatan
Pemberontakan ini dipimpin
oleh Kahar Muzakar. Adapun sebabnya adalah ditolaknya tuntutan Kahar Muzakar
untuk memasukkan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) kedalam Brigade
Hasanudin. Pada tanggal 7 Agustus 1953 Kahar Muzakar memproklamirkan berdirinya
negara Islam di Sulawesi Selatan. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi berakhir
setelah Kahar Muzakar ditangkap dan ditembak mati pada bulan Februari 1965.
d. DI/TII di Aceh
Pemberontakan ini
dipimpin oleh Daud Beureuh. Pada tanggal 20
September 1953, Daud Beureuh menyatakan bahwa DI/TII Aceh merupakan
bagian dari Kartosuwiryo. Sebab pemberontakan DI/TII di Aceh :
Ø tuntutan otonomi
daerah
Ø tidak lancarnya
pembanngunan di Aceh
Ø Aceh menolak
dijadikan bagian dari provinsi Sumatera Utara.
Langkah-langkah
pemerintah RI untuk menumpas DI/TII di Aceh adalah :
Ø melancarkan
operasi militer
Ø musyawarah
kerukunan rakyat Aceh. Dengan musyawarah ini dapat menyadarkan Daud Beureuh untuk kembali
bergabung dengan pemerintah, sehingga pemberontakan DI/TII di Aceh dapat
dihentikan.
e. DI/TII di Kalimantan
Selatan
Pemberontakan ini dipimpin oleh Ibnu Hajar,
dan menyatakan gerakannya merupakan bagian dari gerakan Kartosuwiryo.
Gerakannya disebut “Kesatuan Rakyat yang Tertindas”. Para pemberontak melakukan
pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan TNI.
Dalam menghadapi gerombolan DI/TII
tersebut, pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan
diberi kesempatan untuk menyerah dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu
Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah kemudian melarikan diri dan
melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI
sehingga Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya dapat tertangkap dan
dimusnahkan pada akhir tahun 1959. Adapun usaha yang dilakukan pemerintah untuk
menumpas pemberontakan tersebut adalah :
Ø dengan cara
damai
Ø dengan
melancarkan operasi militer.[9]
2. Pemilihan Umum
Persiapan
mendasar pemilihan umum yang akan dilaksanakan tahun 1955 diselesaikan pada
masa pemerintahan Kabinet Ali Wongso. Pada tanggal 31 Mei 1954, dibentuk
Panitia Pemilihan Umum Pusat yang diketuai oleh Hadikusumo dari PNI. Pemilihan
umum dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Kabinet Ali Wongso berakhir
pada tanggal 24 Juli 1955, sebelum pemilihan umum terlaksana.
Setelah Kabinet Ali Wongso
berakhir, Moh. Hatta menunjuk Burhanuddin Harahap (Masyumi) untuk membentuk
Kabinet, guna melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan anggota parlemen
diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 dan tanggal 15 Desember 1955
pemilihan untuk anggota konstituante.
Menjelang
pemilu, ada 70 partai politik yang mendaftar sebagai peserta. Namun hanya 27
partai yang lolos seleksi. Lebih dari 39 rakyat Indonesia memberikan hak
suaranya. Hasil dari pemilihan umum pertama itu dimenangkan oleh empat partai,
yaitu : PNI, Masyumi, NU, dan PKI[10]
Dengan
berakhirnya pemilihan umum, tugas Kabinet Burhanuddin dianggap telah selesai
dan perlu dibentuk kabinet baru yang bertanggungjawab terhadap parlemen yang
baru. Selain itu, banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan juga
dipermasalahkan karena dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Kemudian Kabinet
Burhanuddin jatuh pada tanggal 3 Maret 1956.
C. Periode
1960-1966
1. G 30 S/PKI
a)
Munculnya G 30 S/PKI
Partai komunis indonesia
(PKI) berkembang pesat pada masa Indonesia melaksanakan sistem pemerintahan Demokrasi
terpimpin. Konsep Nasa Komisasi ternyata memberi peluang besar bagi PKI untuk
mengembangkan pengaruhnya diberbagai bidang kehidupan masyarakat. Adapun tujuan
pemberontakan G 30 S/PKI adalah mendirikan negara komunis di Indonesia dengan
mengubah ideologi pancasila menjadi komunis.[11]
D.N.
Aidit sebagai pemimpin PKI menyatakan bahwa Pancasila hanya sebagai alat
pemersatu. PKI berhasil mempengaruhi para pemimpin untuk mengambil kebijakan
politik luar negeri yang mendukung usaha PKI untuk mencapai tujuannya, seperti
membentuk poros Jakarta-Peking. Perekonomian Indonesia mengalami inflasi 659%
yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok melonjak tinggi. Keadaan tersebut
dimanfaatkan PKI untuk mempengaruhi rakyat agar membenci pemerintah dan menjadi
pengikut mereka. Untuk mencapai tujuannya, PKI melakukan pemberontakan pada
tanggal 30 September 1965 yang terkenal dengan sebutan G 30 S/PKI(Gerakan 30
September/ PKI )
b)
Pelaksanaan G 30 S/PKI
Menjelang
terjadinya peristiwa G 30 S/PKI, tersiar berita bahwa kesehatan Presiden
Soekarno mulai menurun. Berdasarkan diagnosis dari tim dokter RRC, ada
kemungkinan Presiden Soekarno akan lumpuh atau meninggal dunia. Mendengar
berita itu, D.N. Aidit langsung mengambil keputusan untuk memulai gerakan. Rencana
gerakan diserahkan kepada Kamaruzaman (alias Syam) dan diangkat sebagai biro
khusus. Biro khusus itu menghubungi kadernya dikalangan ABRI, seperti Brigjen
Supardjo, Letkol Untung dari Cakrabirawa, Kolonel Sunardi dari TNI AL, Marsekal
Madya Omar Dani dari TNI AU dan Kolonel Anwar dari kepolisian.[12]
Pimpinan
PKI telah mengadakan beberapa kali pertemuan rahasia dan menetapkan bahwa Gerakan 30 September 1965 secara fisik
dilakukan dengan Gerakan militer yang dipimpin oleh Letkol Untung, Komandan
Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal presiden) yang bertintak
sebagai pimpinan formal seluruh gerakan.[13]
Letkol
Untung memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan untuk siap dan mulai
bergerak pada dini hari 1 Oktober 1965. Pada dini hari itu, mereka melakukan
serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang
perwira pertama dari Angkatan Darat. Mereka dibawa ke Lubang Buaya, yaitu satu
tempat yang terletak disebelah selatan pangkalan udara utama Halim Perdana
Kusuma. Para korban disiksa, kemudian dimasukkan dalam sumur tua di Lubang
Buaya. Tujuh korban itu adalah :
a.
Letjen Ahmad Yani
b.
Mayjen R.Suprapto
c.
Mayjen M.T Haryono
d.
Mayjen S.Parman
e.
Mayjen D.I Panjaitan
f.
Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
g.
Letnan Piere Tendean[14]
Dalam peristiwa
tersebut, A.H Nasution berhasil menyelamatkan diri dari penculikan PKI, tetapi
putranya yang bernama Ade Irma Nasution tewas tertembak . selain melakukan
penculikan, PKI juga berusaha menguasai gedung RRI Pusat dan Kantor
Telekomunikasi.[15]
c)
Penumpasan G 30 S/PKI
Masyarakat luas dari
berbagai kalangan membentuk kesatuan aksi yang disebut Fron Pancasila untuk
menghancurkan PKI. Kesatuan aksi muncul untuk menentang G 30 S/PKI, diantaranya
KAMI(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPI( Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia), KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia). Kemudian mereka mengadakan
demokrasi dan mengajukan tuntutan Tri Tuntunan Rakyat (TRITURA) yang isinya :
Ø Pembubaran PKI
bersama ormas-ormasnya
Ø Pembersihan
kabinet Dwikora
Ø Penurunan harga[16]
Beberapa persiapan dari pemerintah
untuk menumpas pemberontakan G 30 S/PKI, antara lain :
a.
Tanggal 2 Oktober 1965, Resimen para Komando AD (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwono Edi
Wibowo berhasil menguasai keadaan di Jakarta, dan beberapa daerah lain seperti
wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah juga barhasil dikendalikan.
b.
Tanggal 3 Oktober 1965, TNI berhasil menemukan sumur
tua di Lubang Buaya yang digunakan oleh Gerakan 30 September untuk mengubur
jenazah para perwira TNI AD atas bantuan Sukirman.
c.
Tanggal 4 Oktober 1965, Mayor Jendral Sooeharto
memimpin suatu amphibi Korps Komando (KKO) Angkatan Laut segera menggali dan
mengangkat jenazah para perwira TNI-AU dari sebuah sumur tua yang sempit dan
dalam di Lubang Buaya untuk disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat
Jakarta.
d.
Tanggal 5 Oktober 1965, dilakukan upacara pemakaman
jenazah para perwira tinggi AD korban Gerakan 30 September di Taman Makam
Pahlawan Kalibata Jakarta yang bertepatan dengan upacara hari ulang tahun ABRI.
Pada tanggal itu juga ketujuh perwira tersebut disebut sebagai Pahlawan
Revolusi.
Operasi penumpasan sisa
Gerakan 30 September masih tetap berlanjut. Tokoh-tokoh yang berhasil ditangkap
yaitu :
a)
Kolonel Latief, mantan Komado Brigade Infatri
1/Kodam Jaya berhasil ditangkap di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 1965.
b)
Untung Suprapto ditangkap di daerah Tegal oleh
anggota Pertahanan Sipil dan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1965.
c)
Ketua PKI, D.N Aidit tertembak di Surakarta pada
tanggal 24 November 1966.
d) Kamaruzaman,
Sudirman, Oetomo Ramelan, Kolonel Sakirman, Mayor Mulyono, dan Brigjen Soeparjo
diajukan di pengadilan dan menerima hukuman yang setimpal.[17]
2. Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret
1966)
Pemerintah
merasa tertekan saat pertentangan terhadap G30 S/PKI semakin meluas. Kemudian pada
tanggal 11 Maret 1966 dikeluarkanlah
surat mandat yang dikenal dengan Supersemar(Surat Perintah Sebelas Maret).
Surat tersebut berisi surat perintah atau mandat Presiden Soekarno kepada
Letjen Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang
dianggap perlu agar keadaan pemerintah menjadi aman kembali dan pulihnya wibawa
pemeritah, serta menjaga kestabilan pemerintahan dan revolusi Indonesia.[18]
Keluarnya
Supersemar 1966 mempunyai arti penting, yaitu merupakan tonggak baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, karena dalam periodesasi sejarah Indonesia
mulai pada saat itu disebut dengan Masa Orde Baru.[19]
D. Periode 1966-1998
1. Masa Orde Baru
Pada tanggal 20
Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada
Soeharto. Penyerahan kekuasaan tersebut dikukuhkan dalam Sidang Istimewa MPRS,
dan MPRS menetapkan bahwa situasi politik telah berakhir secara konstitusional.
Dengan adanya peralihan kekuasaan itu, maka dimulailah masa Orde Baru. Pada
hakekatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan partai politik.
Setelah memulihkan keadaan politik
bangsa, kemudian melaksanakan pembangunan nasional. Tujuan Pembangunan Nasional
yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur materiil maupun spiritual.
Pembangunan Nasional mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 secara
bertahap, yaitu dengan tahap jangka lima tahun yang disebut sebagai Pembangunan
Lima Tahun(Pelita). Pelakasanaan pembangunan yang dilaksanakan tidak lepas dari
Trilogi Pembangunan, yaitu :
Ø Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat
Ø Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi
Ø Stabilitas
nasional yang sehat.[20]
Agar pembangunan lebih bermakna, maka
pemerintah menetapkan delapan jalur pemerataan, yaitu :
Ø Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan perumahan)
Ø Pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
Ø Pemerataan
pembagian pendapatan
Ø Pemerataan
kesempatan kerja
Ø Pemerataan
kesempatan berusaha
Ø Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
Ø Pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
Ø Pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan.
Setiap tahap
dalam pelita memiliki titik berat, yaitu :
1.
Pelita I : 1 April 1969 - 31 Maret 1974
Titik berat :
sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor industri.
2.
Pelita II : 1 April 1974 – 31 Maret 1979
Titik berat :
sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
3.
Pelita III : 1 April 1979 – 31 Maret 1984
Titik berat :
sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta industri yang mengolah bahan
baku menjadi bahan jadi.
4.
Pelita IV : 1 April 1984 – 31 Maret 1989
Titik berat :
sektok pertanian menuju swasembada pangan, serta industri yuang menghasilkan
mesin-mesin industri berat maupun ringan.
5.
Pelita V : 1 April 1989 – 31 Maret 1994
Titik berat :
sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi
hasil pertanian lainnya, serta industri yang menghasilkan barang ekspor.
6.
Pelita VI : 1 April 1994 – 31 Maret 1999
Titik berat :
tinggal landas menuju masyar akat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.[21]
Peristiwa-peristiwa penting
pada masa Orde Baru :
Ø Mengakhiri
konfrontasi dengan Malaysia. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, dibentuk
Dwikora untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Namun gerakan itu
belum berhasil terlaksna karena bangsa Indonesia dikejutkan dengan meletusnya
peristiwa G 30 S/PKI. Pada masa Orde Baru, Soeharto sebagai pejabat presiden
menjalin hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Ø Kembali menjadi
anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 guna memulihkan kepercayaan dunia
Internasional.
Ø Sebagai pendiri
ASEAN.
Ø Integrasi
Timor-Timor ke dalam wilayah RI.[22]
2. Perpecahan Orde Baru
Selama kurun waktu 32 tahun, pemerintahan
Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah berhasil membawa
kemajuan yang sangat pesat bagi Indonesia, baik sektor ekonomi, sosial,
politik, seni budaya, maupun sektor pertahanan dan keamanan. Tetapi, kemajuan
tersebut tidak diimbangi dengan pembangunan mental para pejabat birokrasi.
Akibatnya muncul praktek-praktek korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pembangunan Nasional yang dijadikan simbol pemerintahan Orde Baru dilaksanankan
atas fondasi yang kropos. Hasil-hasil pembangunan dicapai dengan mengandalkan
modal yang berasal dari utang luar negeri. Para pelaku pembangunan
menyalahgunakan pembangunan untuk keperluan pribadi. Sehingga pada tahun 1997,
Indonesia mengalami kriris moneter. Krisis di berbagai bidang menjelang
berakhirnya Pemerintahan Orde Baru antara lain :
1.
Krisis Politik
Selama Orde Baru telah
dilaksanakan 6 kali Pemilu yaitu tahun 1971,
1977, 1982, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Hakikat Pemilu adalah untuk
mewujudkan kehidupan berdemokrasi. Namun, selama Orde Baru justru digunakan
sebagai wahana untuk mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto. Pemilu tahun
1997 menjadi tunggak perubahan politik di Indonesia. Golongan Karya menjadi
pemenang Pemilu di tahun 1997, tetapi mencalonkan Jendral Purnawirawan Soeharto
menjadi presiden. Hal ini bertentangan dengan tuntutan rakyat yang menghendaki
agar Soeharto tidak dicalonkan lagi
sebagai presiden. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi presiden periode
1998-2003 melalui SU MPR pada tanggal 1-11 Maret 1998, menimbulkan suhu politik
semakin memanas karena gelombnang aksi protes rakyat dan mahasiswa menuntut
turunnya Soeharto dari jabatan presiden.[23]
2.
Krisis Ekonomi
Pada
pertengahan tahun 1997 negara kita mengalami krisis moneter. Di pasar mata
uang, nilai rupiah merosot tajam. Faktor-faktor yang menyebabkan krisis ekonomi
antara lain:
Ø Masalah hutang
luar negeri
Ø Penyimpangan
terhadap pasal 33 UUD 1945
Ø Pola
pemerintahan yang sentralistik melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
Ø Adanya pemutusan
hubungan kerja(PHK).
3.
Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa Orde Baru
terdapat banyak ketidakadilan. Menurut pasal 24 UUD 1945 kehakiman memiliki
kekuasaan yang merdeka dan lepas dari pemerintah. Namun pada kenyataannya,
kekuasaan kehakiman berada dibawah kekuasaan eksekutif dan hakim harus melayani
kehendak penguasa.
4.
Krisis Kepercayaan
Krisis kepercayaan rakkyat terhadap
pemerintah mulai muncul setelah Pemilu 1997, diantaranya:
Ø Para anggota DPR
dan MPR diduga mengandung unsur-unsur KKN sehinngga kurang mencerminkan
aspirasi rakyat.
Ø Semakin
banyaknya korupsi dilembaga perbankan, lembaga peradilan, departemen agama dan
perusahaan millik pemerintah menimbulkan kekecewaan rakyat.
Ø Gagalnya
penyelesaian melalui jalur hukum terhadap berbagai permasalahan.[24]
E. Orde Baru-Sekarang
Adanya berbagai macam krisis moneter pada
pemerintahan Orde Baru menimbulkan gagasan para mahasiswa dan kelompok
cendekiawan kampus, serta tokoh nasional untuk segera melakukan pembaharuan.
Gerakan inilah kemudian dikenal sebagai
Gerakan Reformasi. Tokoh yang sering menyuarakan reformasi adalah Prof.Dr.
H.Amien Rais.
Tujuan Gerakan Reformasi adalah untuk
memperbaharui tatanan berbangsa dan bernegara agar sesuai dengan cita-cita
proklamasi, nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 dalam berbagai kehidupan, baik
ekonomi, sosial, politik, hukum maupun pertahanan dan keamanan. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, maka disusunlah agenda reformasi, yang isinya
meliputi :
1.
Pembubaran Orde Baru
2.
Mengadili Soeharto dan kroni-kroninya
3.
Amandemen UUD 1945
4.
Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
5.
Otonomi daerah seluas-luasnya
6.
Penegakkan supremasi hukum, HAM dan Demokrasi
7.
Pemberantasan KKN
Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam suatu aksi
demonstrasi, terjadilah Insiden Semanggi (Tragedi Trisakti) yang mengakibatkan
tewasnya 4 mahasiswa Trisakti. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Reformasi.
Kemudian tanggal 19 Mei 1998, ribuan mahasiswa dan puluhan Perguruan Tinggi
mendatangi Gedung DPR/MPR. Mereka menuntut mundurnya Soeharto dari jabatan
presiden. Akhirnya Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden dan
menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J Habibie pada tanggal 21 Mei
1998. Peristiwa ini menandai berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru yang
berlangsung selama 32 tahun.
Langkah-langkah Presiden Habibie pada masa
reformasi antara lain :
a. Membentuk
Kabinet Reformasi (22 Mei 1998)
b. Memperbarui
peran ABRI (menghapus Dwi Fungsi ABRI)
c. Memberi
kebebasan publik untuk menyampaikan pendapat
d. Menyelenggarakan
Sidang Istimewa MPR (10-13 November 1998)
e. Menyelenggarakan
jejak pendapat tentang status Timor Timur (4 September 1999)
f. Menyelenggarakan
pemilu (7 Juni 1999)
g. Menyelenggarakan
Sidang Umum MPR (1-21 Oktober 1999)
Dalam Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1999, pidato
pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie ditolak. Akibatnya, berakhirlah masa
pemerintahan pemerintahan B.J Habibie. Selanjutnya Sidang Umum MPR memilih dan
menetapkan K.H Abdurrohman Wahid sebagai presiden dan Megawati Soekarno Putri
sebagai Wakil Presiden untuk periode tahun 1999-2004, denagn Kabinet Persatuan
Nasional.
Pemerintahan K.H Abdurrahman Wahid hanya
berlangsung kurang lebih 14 bulan. Adapun sebab-sebab berakhirnya yaitu:
1. Semakin
menurunnya stabilitas nasional
2. Terjerat isu
kasus dana bulog
3. Adanya konflik
politik antara DPR dengan kepresidenan.
Dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2000, K.H.
Abdurrahman Wahid diturunkan dari jabatan presiden. Melalui sidang itu juga MPR
menetapkan Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden dan Hamzah Haz sabagai
Wakil Presiden, dengan Kabinet Gotong Royang. Adapun program kerjanya
melanjutkan program K.H. Abdurrahman Wahid, yaitu pemberantasan KKN sera
pemulihan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan. Selanjutnya melalui
pemilihan langsung, sejak tahun 2004, ketua Partai Demokrat, Jendral Susilo
Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Yusuf Kalla terpilih menjadi presiden
dan menjadi Wakil Presiden untuk periode tahun 2004-2009, dengan Kabinet
Indonesia Bersatu.[25]
BAB III
PENUTUP
Dari makalah di atas
dapat kita simpulkan bahwa setelah merdeka Indonesia masih harus berjuang untuk
tetap mempertahankan kemerdekaanya baik secara pertempuran fisik maupun diplomatik
dan juga menghadapi para pemberontak yang berusaha mengubah dasar Ideologi
yaitu Pancasila.
Pada orde 1945-1945
Indonesia banyak menghadapi sekutu dan Jepang yang berusaha menjajah kembali
wilayah Indonesia. Jadi, pada masa ini Indonesia berjuang untuk mempertahankan
wilayahnya agar tidak terjajah kembali. Pada orde 1950-1966 Indonesia hars
berjuang melawan para pemberontak yang berusaha mengubah dasar Ideologi
Indonesia. Misalnya DI/TII yang bertujuan mengubah Indonesia menjadi Negara
Islam, dan PKI berusaha mengubah Indonesia menjadi Negara Komunis. Pada periode
1966-1998 Indonesia memasuki masa orde baru. Pada masa ini Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Akan tetapi juga muncul berbagai masalah
seperti KKN, dan mulai muncul Krisis di berbagia bidang, baik ekonomi, hokum,
politik, dan lain sebagainya. Orde 1998-sekarang disebu era reformasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mustopo,
Prof. Dr. M. Habib dkk. 2006. Sejarah SMA
kelas XII. Jakarta : Yudhistira.
2.
H. Siswanto,S.Pd.M.Pd,dkk. 2010. Sejarah SMP kelas IX
semester ganjil. Sragen:
CV. Akik Pusaka.
3.
Tim penyusun MGMP sejarah. 2011/2012. Sejarah SMA kelas XII semester 1. Solo: Bakti Ilmu.
4. Tim
penyusun Modul.2010. IPS Terpadu MTs
kelas IX semester 2. Karanganyar : D.TRA.
5. Sutarto,
Sunardi dkk. 2008. IPS 3 untuk SMP/MTs
kelas IX. Jakarta : CV. Putra Nugraha.
6. H.
Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk. 2010. Sejarah
SMP/MTs kelas IX semester genap. Sragen:
CV. Akik Pusaka.
[1] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP kelas IX semester ganjil”
(Sragen: CV. Akik Pusaka 2010). Hlm17-19
[2] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1” (SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 22-23
[3] Prof. Dr. M. Habib Mustopo dkk “Sejarah SMA kelas XII” (Jakarta : Yudhistira
2006). Hlm 48
[4] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk
“Sejarah SMP kelas IX semester ganjil” (Sragen: CV. Akik Pusaka 2010). Hlm 29
[5] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1”(SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 22-23
[6] Tim penyusun Modul “IPS Terpadu MTs kelas IX semester 2” (Karanganyar
: D.TRA 2010). Hlm 60
[7] Sutarto, Sunardi dkk “IPS 3 untuk SMP/MTs kelas IX” (Jakarta : CV.
PUTRA NUGRAHA 2008). Hlm 251-252
[8] Tim penyusun Modul “IPS Terpadu MTs kelas IX semester 2” (Karanganyar
: D.TRA 2010). Hlm 60
[9] Tim penyusun Modul “IPS Terpadu MTs kelas IX semester 2” (Karanganyar
: D.TRA 2010). Hlm 61
[10] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1”(SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 40
[11] Tim penyusun Modul “IPS Terpadu MTs kelas IX semester 2” (Karanganyar
: D.TRA 2010). Hlm 62
[12] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1”(SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 50
[13] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP/MTs kelas IX semester genap” (Sragen: CV. Akik
Pusaka 2010). Hlm 18
[14] Sutarto, Sunardi dkk “IPS 3 untuk SMP/MTs kelas IX” (Jakarta : CV.
PUTRA NUGRAHA 2008). Hlm 256-257
[15] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1”(SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 50
[16] Sutarto, Sunardi dkk “IPS 3 untuk SMP/MTs kelas IX” (Jakarta : CV.
PUTRA NUGRAHA 2008). Hlm 265-266
[17] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP kelas IX semester ganjil”
(Sragen: CV. Akik Pusaka 2010). Hlm 19-20
[18] Tim penyusun Modul “IPS Terpadu MTs kelas IX semester 2” (Karanganyar
: D.TRA 2010). Hlm 72
[19] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP/MTs kelas IX semester genap” (Sragen: CV. Akik
Pusaka 2010). Hlm 26-27
[20] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1”(SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 46-47
[21] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP/MTs kelas IX semester genap” (Sragen: CV. Akik
Pusaka 2010). Hlm 32-33
[22] Tim penyusun MGMP sejarah “Sejarah SMA kelas XII semester 1”(SOLO :
BAKTI ILMU 2011/2012). Hlm 47
[23] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP/MTs kelas IX semester genap” (Sragen: CV. Akik
Pusaka 2010). Hlm 33
[24] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP/MTs kelas IX semester genap” (Sragen: CV. Akik
Pusaka 2010). Hlm 34
[25] H. Siswanto, S.Pd., M.Pd dkk “Sejarah SMP/MTs kelas IX semester genap” (Sragen: CV. Akik
Pusaka 2010). Hlm 34-35